Selasa, 14 Mei 2013

Catatan Sang Menteri

Bismillahhirrahmanirraim,,   
  Inilah tempat yang orangnya tidak saling menyalahkan. Inilah tempat yang orangnya tidak saling mempersoalkan anda pengganut aliran mana.
Inilah tempat yang dipintu masuknya tidak ada yang bertanya NU-kah, Muhamadiyah-kah, ahmadiyah, jamaah tabligh atau islam jamaah?
    Inilah tempat yang pintunya hampir 100 buah melebihi jumlah aliran yang ada. Inilah tempat yang halamanya seluas dada umatnya. Inilah rumah Allah untuk orang islam yang mana saja dari mana saja.
      Ada yang sembahyang dengan celana digulung sampai mata kaki tanpa mencela mereka yang celananya dibiarkan panjang sampai menyentuh lantai. Ada yang pakai jubah serba tertutup tanpa menghiraukan yang pakai kaus lengan pendek. Ada yang sembahyang dengan pakai sarung tanpa mencela yang pakai kaos bola barcelona dengan nama messinya atau kaos arsenal dengan nama fabregasnya.
      Inilah masjid yang orang-orangnya sembahyang dengan bermacam-macam gerakan tanpa ada yang merasa salah atau disalahkan. Ada yang ketika takbiratulikhram megangkat tanganya sampai menyentuh telinga tanpa  menghiraukan jamaah disebelahnya yang tidak melakukan gerakan apa-apa.
Ada yang tanganya konsisten bersedakep didada tanpa mempersoalkan orang yang tanganya begitu sering masuk ke jubahnya. Ada yang sembahyang matanya terpejam tanpa menegur sebelahnya yang sibuk mematikan hand phonenya yang tiba-tiba berbunyi.
      Inilah tempat yang orang-orangnya konsentrasi memikirkan bagaimana agar dirinyasendiri bisa diterima menghadap Allah tanpa peduli apakah Allah juga menerima penghadapan yang lain.
Inilah tempat yang semua orangnya inggin mendapat tempat terdekat dengan Allah tanpa perlu melarang atau menyingkirkan orang lain yang juga menginginkan posisi terdekat dengan Allah. Inilah tempat sembahyang muslim yang bersujud di aspal sama nikmatnya  dengan bersujud diatas permadani tebal.
    Inilah tempat yang membuat kita merenung mengapa jutaan manusia datang ketempat ini tidak mempersoalkan aliran orang lain sebagaimana kalau kita berada ditempat asal. Mungkinkah karena begitu egoisnya kita yang datang? mungkinkah begitu individualisnya kita?
mungkinkah muncul kesadaran bahwa pada akhirnya  Allah lah yang memutuskan siapa yang berhak denganNya darimanapun aliranya? mungkinkah karena disini tidak ada yang merasa dominan sebagai mayoritas? mungkinkah karena disini tidak ada yang merasa sebagai tuan rumah sehingga semua orang sama dengan tamu?
Allahualam.

source : dahllan iskan for jawa pos